Apakah kita sadar dengan kekurangan diri, tetapi memilih untuk mengabaikannya? Inilah salah satu musibah terbesar bagi seorang hamba! Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah mengatakan,
من أعظم المصائب للرجل أن يعلم من نفسه تقصيرا و لا يبالي و لا يحزن عليه
“Termasuk musibah terbesar yang menimpa seseorang adalah dia mengetahui adanya kekurangan pada dirinya, tetapi dia tidak peduli dan tidak merasa sedih karenanya.” (Syu’abul Iman, hal. 867)
Ingatlah, mengenali kekurangan diri dan tidak memperbaikinya adalah jalan kehancuran. Jiwa yang tidak diperhatikan bakal semakin rusak. Dan kerusakan itu tidak hanya terjadi di dunia, tetapi juga bakal membawa kerugian di akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّىٰهَا, فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا, قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا, وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا
“Demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 7-10)
Menyadari kekurangan dan berupaya memperbaikinya
Setiap manusia pasti mempunyai kekurangan dan kelemahan. Namun, masalah besar muncul ketika seseorang tidak peduli dengan kekurangannya dan malah terus memperburuk kondisinya dengan dosa dan kemaksiatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri mengajarkan kepada kita untuk senantiasa bermohon agar Allah menyucikan jiwa kita. Beliau bersabda,
اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِى تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا
“Ya Allah, anugerahkanlah kepada jiwaku ketakwaannya, dan sucikanlah jiwaku (dengan ketakwaan itu), Engkaulah Sebaik-baik Yang Mensucikannya, (dan) Engkaulah Yang Menjaga serta Melindunginya.” (HR. Muslim no. 2722)
Dengan angan ini, Rasulullah mengajarkan pentingnya memohon pertolongan Allah untuk memperbaiki dan menyucikan diri kita. Mengabaikan kekurangan hanya bakal memperburuk keadaan dan menjauhkan kita dari rahmat-Nya. Karena itu, setiap muslim kudu peduli dan berupaya menutup kekurangan dengan amal-amal saleh.
Keburukan menumpuk, kerugian di bumi dan akhirat
Orang yang sadar bakal kekurangannya, tetapi enggan memperbaikinya telah menempatkan dirinya dalam ancaman besar. Ia tidak hanya kehilangan kesempatan memperbaiki diri, tetapi juga memperbesar dosa dan menambah kotoran dalam hatinya. Allah Ta’ala memperingatkan,
فَلَا تُعْجِبْكَ اَمْوَالُهُمْ وَلَآ اَوْلَادُهُمْ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا
“Dan janganlah kekayaan barang dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (pemberian) itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia.” (QS. At-Taubah: 55)
Orang yang terus menerus melakukan dosa tanpa rasa penyesalan bakal semakin terperosok dalam keburukan. Jiwa yang dibiarkan kotor bakal menjerumuskan pemiliknya ke dalam kesengsaraan, bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Maka, jangan biarkan jiwa kita rusak hanya lantaran ketidakpedulian terhadap kekurangan diri.
Meraih keselamatan dengan kebaikan dan ketaatan
Keselamatan jiwa hanya bisa diraih dengan kesadaran, usaha, dan doa. Usaha memperbaiki kekurangan kudu dilakukan dengan amal-amal saleh, seperti memperbanyak istigfar, mendirikan salat, dan menjauhi dosa. Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّىٰ
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan dirinya (dengan ketaatan dan kebaikan saleh).” (QS. Al-A’la: 14)
Ketahuilah, jiwa yang bersih dan alim bakal membawa ketenangan dan kebahagiaan sejati. Sebaliknya, jiwa yang terus-menerus dibiarkan dalam kelalaian bakal menumpuk dosa dan mengundang kemurkaan Allah. Inilah sebabnya kita kudu selalu memohon taufik dan hidayah agar tetap berada di atas jalan yang lurus hingga akhir hayat. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering bermohon memohon istikamah dalam keagamaan dan ketaatan.
Menghidupkan jiwa dengan muhasabah dan tobat
Agar kita tidak terperangkap dalam kelalaian, setiap muslim perlu melakukan muhasabah (introspeksi diri) secara rutin. Muhasabah adalah upaya untuk menilai kekurangan dan dosa yang telah dilakukan, kemudian mencari solusi agar tidak terulang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ، وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
“Orang yang pandai adalah orang yang senantiasa menghisab dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian.” (HR. Tirmidzi no. 2459)
Langkah berikutnya adalah bertobat dengan tulus atas setiap dosa dan kekurangan yang kita sadari. Allah Ta’ala berfirman,
وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertobatlah Anda sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar Anda beruntung.” (QS. An-Nur: 31)
Tobat adalah komitmen untuk tidak mengulangi perbuatan dosa disertai memperbanyak kebaikan saleh sebagai corak perbaikan diri. Allah mencintai orang-orang yang senantiasa bertobat dan membersihkan diri, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 222.
Mudah-mudahan dengan introspeksi dan tobat, kita dapat menghidupkan kembali jiwa yang kotor akibat kelalaian dan dosa. Allah telah memberikan kita kesempatan untuk kembali kepada-Nya dengan tobat dan memperbaiki kebaikan kita. Jangan biarkan waktu berlalu tanpa upaya memperbaiki diri. Kita kudu selalu memohon kepada Allah agar diberikan taufik dan kekuatan dalam menjalani muhasabah, memperbaiki kekurangan, dan menjaga diri dari dosa. Dengan demikian, hidup kita bakal penuh dengan keberkahan, dan kita dapat meraih keselamatan di bumi dan akhirat.
Wallahu A’lam.
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel: KincaiMedia