Solusi Islam Atas Konflik Agraria

Apr 30, 2025 12:22 PM - 2 minggu yang lalu 21549

Kincai Media — Masih utuh ingatan terhadap tindakan yang dilakukan ibu-ibu petani Kendeng di area Monas. Mereka bersama masyarakat lainnya menyemen kaki, sebagai corak perlawanan atas ketidakadilan atas tanah dan nasib para petani di Kendeng, Jawa Tengah. Satu di antara banyaknya ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dalam menghadapi bentrok agraria.

Kekalahan masyarakat dalam bentrok agraria mempunyai catatan panjang. Berbagai intimidasi dan ancaman tak jarang mereka alami. Yang terbaru, kampung Sukahaji—di Kota Bandung—dibakar lantaran sengketa tanah yang terjadi di sana. Selain itu, beberapa ormas datang untuk mengintimidasi, apalagi memukul seorang ibu yang sedang mempertahankan tanahnya.

Perlawanan di setiap bentrok selalu dibarengi tindakan represif dari ormas, preman, apalagi dari abdi negara sekalipun. Selalu muncul pertanyaan, di pihak mana para pengampu kebijakan dalam menghadapi bentrok agraria? Mereka selalu tak bersuara terhadap ketidakadilan yang dirasakan masyarakat. Seperti orang yang tak bersuara saat menemukan buntang di jalan, padahal tau baunya.

Konflik Agraria dalam Islam

Islam datang di tengah lembah pemisah yang dalam antara si kaya dan si miskin, juga antara penguasa dan rakyatnya. Kehadiran Islam bagi kaum yang lemah, bagai air yang ditemukan dalam padang yang tandus. Tak hanya mengajarkan untuk beragama kepada Allah, Islam senantiasa menyebarkan konsep keadilan bagi umat manusia.

Ada banyak konsep keadilan yang ditawarkan Islam dalam Al-Qur’an. Misalnya, tercatat dalam surat al-Hasyr ayat 7, Allah memerintahkan agar kekayaan kekayaan tidak berada di lingkaran orang yang kaya saja. Prof. Quraish dalam perihal ini menganggap kekayaan kekayaan mempunyai kegunaan sosial, sehingga semestinya dapat dirasakan oleh beragam kelas sosial (Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, [Bandung, Lentera Hati, 2006], Jilid 14, Hal. 112).

Dalam bentrok agraria, seringkali yang berkuasa adalah para pemilik modal besar yang hendak mengambil tanah masyarakat adat. Oleh karenanya, pihak yang berkuasa dalam menghadapi bentrok agraria haruslah sangat bijak. Jangan lantaran yang dilawan adalah masyarakat adat—kaum yang lemah, keberpihakan mengarah kepada pemilik modal.

Rasulullah SAW. pernah menyoroti persoalan mengambil tanah yang bukan haknya. Dalam hadits yang diriwayatkan Sa’id bin Zaid, Rasulullah bersabda:

مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظلما فَإِنَّهُ يطَوِّقَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرْضِيْن

“Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, Allah bakal mengalungkan tanah itu kepadanya di Hari Kiamat dari tujuh lapis bumi.” (Muttafaqun ‘alaih)

Saat itu, Sa’id bin Zaid sedang mengalami bentrok sengketa tanah dengan Arwa bin Uwaisy. Ia pun mengadukan perihal ini kepada khalifah saat itu, Marwan bin Hakam. Sa’id kemudian mendoakan Arwa yang telah mengambik haknya. Ia berharap, Arwa bakal terkena musibah di tanah yang telah diambil.

Peristiwa sengketa tanah tersebut membuktikan perihal ini telah terjadi sejak dulu. Islam sangat setara dalam menengahi bentrok ini. Hadits tersebut adalah bukti bahwa kezaliman bakal dibalas oleh Allah. Sehingga menjadi sangat krusial bagi pihak yang berwenang, untuk menengahi bentrok agraria ini secara adil.

Lalu gimana Islam memberikan solusi?

Penyelesaian bentrok agraria tentu tidak mudah. Dalam perihal ini, keadilan para pengampu kebijakan dan juga pengadil sangatlah penting. Dalam surat Al-A’raf ayat 85, Allah berfirman:

… فَاَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيْزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ اَشْيَاۤءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَاۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَۚ

Artinya: “…Maka, sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan janganlah merugikan (hak-hak) orang lain sedikit pun. Jangan (pula) melakukan kerusakan di bumi setelah perbaikannya. Itulah lebih baik bagimu, jika Anda beriman.”

Ada beberapa poin perintah dan larangan dalam ayat tersebut. Pertama, perintah menyempurnakan takaran dan timbangan. Dalam tafsirnya, Al-Razi menjelaskan perihal ini berkenaan dengan perintah nabi Syuaib kepada kaumnya. Kaum nabi Syuaib dikenal sering mempermainkan takaran dan timbangan. Nabi Syuaib kemudian memerintahkan kaumnya untuk menyempurnakan takaran dan timbangan.

Satu perihal yang dapat dipelajari dari nabi Syuaib adalah prinsip keadilan dan keseimbangan. Dalam bentrok agraria, banyak kasus terjadi lantaran ketimpangan penguasaan lahan yang banyak dimiliki kaum elit saja. Karenanya, perlu ada pengedaran dan pengelolaan tanah yang adil. Hal ini tentu bakal membantu kaum yang lemah.

Kedua, jangan merugikan alias mengambil kewenangan orang lain sedikit pun. Setelah memerintahkan untuk menyempurnakan timbangan, nabi Syuaib melarang kaumnya untuk mengambil kewenangan orang lain dengan langkah apapun. Dalam perihal ini, bentrok agraria senantiasa membatasi dan mengambil kewenangan kaum yang lemah. Hal ini selaras dengan hadits di atas, mengenai larangan mengambil tanah orang lain. 

Ketiga, larangan merusak setelah perbaikan. Al-Razi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan merusak adalah  suatu akibat dikarenakan pengambilan kewenangan orang lain (Al-Razi, Mafatihul Ghaib [Beirut, Darul Kitabil ‘Ilmiyyah, 2004], Jilid 14, Hal. 143). Pengambilan kewenangan secara kejam dapat mengakibatkan pertikaian, juga permusuhan, Hal-hal tersebut sudah sering ditemukan dalam beragam bentrok agraria.

Tentu kita mengetahui berbareng gimana masyarakat budaya dan penduduk setempat menjaga lingkungan agar tetap natural. Tanah mereka kemudian dirusak oleh beragam kebijakan yang tidak berkeadilan, seperti pembangunan tambang, pabrik, alias proyek prasarana yang tidak dibarengi dengan penelitian yang jelas.

Tiga poin di atas merupakan beberapa prinsip yang kudu dijadikan nilai dalam menghadapi bentrok agraria.  Seperti halnya dalam norma umum yang mengatakan: تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة (Kebijakan imam/pemerintah bagi rakyat kudu berdasar maslahah). Tiga poin di atas adalah realisasi nilai yang menggambarkan kemaslahatan.

Dengan penyelesaian bentrok agraria yang didasarkan pada kemaslahatan, harapannya bakal banyak masyarakat mini yang menang. Menang atas ketidakadilan beragam kebijakan, juga menang atas kewenangan mereka yang seringkali tidak dianggap. Semoga hal-hal baik menyertai masyarakat yang sekarang tengah berjuang mempertahankan tanah dan haknya.

Selengkapnya