Jakarta -
Masih ingatkah Bunda dengan kejadian pandemi COVID-19 yang pernah menggemparkan bumi pada 2020 silam? Bagaimana tidak, kejadian COVID-19 adalah salah satu peristiwa dunia yang bakal dikenang sepanjang sejarah. Pandemi ini bukan hanya soal penyakit, tetapi juga gimana bumi merespons, beradaptasi, dan berubah.
Pandemi COVID-19 tentunya sangat membawa banyak tantangan, terutama bagi Bunda yang saat itu sedang hamil. Baru-baru ini, sebuah studi menarik perhatian bumi kesehatan. Ibu mengandung yang terkena COVID-19 berpotensi mempunyai akibat lebih tinggi melahirkan bayi dengan indikasi spektrum autisme.
COVID-19 pada ibu mengandung dan akibat autisme
Saat COVID-19 melanda California pada awal 2020, master ahli penyakit menular anak, Karin Nielsen, merasa cemas dengan krisis yang terjadi di bangsal bersalin. Para ibu mengandung kudu menggunakan perangkat bantu hidup dan menjalani operasi caesar darurat lantaran virus tersebut memicu komplikasi yang parah. Beberapa di antaranya meninggal.
Nielsen pun memulai penelitian tersebut dengan menganalisis video anak-anak yang berebahan telentang. Sebanyak 14 persen bayi menunjukkan tanda-tanda masalah perkembangan. Tes ini mengevaluasi kegunaan motorik awal dan sering digunakan untuk menilai akibat gangguan perkembangan saraf termasuk cerebral palsy.
Pada usia 6-8 bulan, 13 dari 109 bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi, nyaris 12 persen kandas mencapai tonggak perkembangan. Sebaliknya, semua bayi dalam golongan kontrol yang lahir sebelum pandemi menunjukkan perkembangan normal.
Ketika bayi tertua yang terpapar COVID mencapai usia 28 bulan, penelitian menemukan pola lain yang mengkhawatirkan 23 dari 211 anak nyaris 11% dinyatakan positif menderita gangguan spektrum autisme.
Temuan tersebut yang dipresentasikan pada Mei di sebuah konvensi medis di Kopenhagen, dibandingkan dengan prevalensi yang diharapkan sebesar 1-2 persen pada usia tersebut, ketika beberapa anak mulai menunjukkan tanda-tanda kondisi tersebut. Sekitar satu dari 36 alias kurang dari 3% anak akhirnya didiagnosis menderita autisme, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit.
"Ada sesuatu yang betul-betul terjadi. Kami tidak mau membikin bumi khawatir, tetapi itulah yang ditunjukkan oleh informasi kami,” kata Nielsen seperti dikutip dari Japantimes.
Bagaimana COVID-19 pada ibu mengandung picu akibat autisme?
Meskipun virus tersebut secara umum diketahui menyebabkan indikasi yang lebih parah pada orang dewasa daripada pada anak-anak, penelitian yang muncul menunjukkan bahwa bayi yang terpapar COVID-19 dalam kandungan menghadapi akibat yang lebih tinggi untuk kelahiran prematur, kelainan jantung bawaan, dan kondisi langka, seperti organ yang berkembang di sisi tubuh yang berlawanan.
Menurut Bnnbloomberg, kesempatan autisme yang lebih besar akibat paparan COVID-19 dalam kandungan bakal menambah bagian lain pada teka-teki tersebut. Sebab, hubungan antara virus dan autisme tetap belum meyakinkan. Beberapa penelitian sejalan dengan temuan Nielsen, sementara yang lain melaporkan sedikit alias tidak ada peningkatan akibat masalah perkembangan alias perilaku.
Sementara itu, menurut ahli kedokteran ibu-janin di Rumah Sakit Umum Massachusetts di Boston, Andrea Edlo, autisme tetap menjadi misteri, dengan pemicu pastinya yang tetap belum jelas.
Bahkan, dia menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan Nielsen tetap belum bisa membuktikan secara pasti soal kesempatan tersebut. Sebab, katanya, diperlukan Penelitian skala besar seperti itu susah dilakukan, terutama selama gelombang pandemi yang paling mematikan ketika pembatasan klinik dan keadaan darurat medis menghalangi pengetesan yang konsisten.
“Pemahaman yang kuat tentang akibat virus kemungkinan memerlukan penelitian yang melibatkan lebih dari 10.000 anak,” kata Edlo.
Kendati demikian, para intelektual menduga adanya hubungan antara aspek genetik dan lingkungan, tetapi kondisi ini muncul dalam beragam bentuk. Banyak perseorangan dengan autisme juga mengalami masalah kesehatan yang terjadi berbarengan seperti gangguan kurang perhatian/hiperaktivitas, kejang, alias masalah gastrointestinal kronis.
Di sebagian besar dunia, kesadaran bakal autisme baru mulai muncul. Prevalensi autisme dunia diperkirakan 1 dari 127 pada tahun 2021 dalam sebuah penelitian yang diterbitkan minggu lalu, lebih dari dua kali lipat rasio 1 dari 271 yang dilaporkan pada tahun 2019, dan para peneliti mengatakan perihal ini kemungkinan didorong oleh peningkatan kesadaran dan praktik diagnostik yang lebih baik.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)