Tafsir Surah Fushshilat Ayat 34: Membalas Keburukan Dengan Kebaikan

Mar 11, 2025 12:57 PM - 1 minggu yang lalu 18828

KincaiMedia– Berikut ini tafsir surah Fushshilat ayat 34, yang menganjurkan untuk membalas keburukan dengan kebaikan. Secara alamiah, manusia cenderung merasa kesal, marah, dan terdorong untuk membalas dendam ketika mendapatkan perlakuan jelek dari orang lain.

Namun, dalam aliran Islam, segala corak perbuatan tercela, termasuk pembalasan dendam yang dapat menimbulkan permusuhan, sangat dilarang. Islam menawarkan solusi yang lebih baik dalam menghadapi keburukan, ialah dengan membalasnya dengan kebaikan.

Prinsip ini dijelaskan dalam Al-Qur’an, khususnya dalam Surat Fushshilat ayat 34. Dalam ayat tersebut, Allah SWT menegaskan bahwa kebaikan tidak pernah sama dengan keburukan.

Allah menganjurkan hamba-Nya untuk merespons keburukan dengan tindakan yang lebih baik, apalagi seakan-akan memperlakukannya dengan penuh persahabatan. Berikut adalah teks ayat beserta transliterasi dan artinya:

وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗاِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ

wa lâ tastawil-ḫasanatu wa las-sayyi’ah, idfa‘ billatî hiya aḫsanu fa idzalladzî bainaka wa bainahû ‘adâwatung ka’annahû waliyyun ḫamîm.

Artinya; “Tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan perilaku yang lebih baik sehingga orang yang ada permusuhan denganmu serta-merta menjadi seperti kawan yang sangat setia.”

Tafsir Ath-Thabari

Muhammad bin Jarir Ath-Thabari dalam kitab Jami’ul Bayan (Juz 21, laman 470-472) menjelaskan tafsir surah Fushshilat ayat 34, bahwa tidak bakal pernah sama antara kebaikan orang-orang beragama yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” lampau mereka konsisten, berbincang dengan bahasa yang sopan, dan merespons dakwah dengan baik, dengan keburukan orang-orang kafir yang menolak dan mengganggu aliran Islam.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS. Fushshilat ayat 26 yang menyebut bahwa orang-orang kafir berupaya menciptakan kegaduhan terhadap Al-Qur’an agar dapat mengalahkannya.

Dalam penjelasan lebih lanjut, Ath-Thabari menafsirkan frasa idfa‘ billatî hiya aḥsan sebagai perintah Allah kepada Nabi Muhammad SAW agar membalas keburukan dengan kesabaran dan kebaikan. Meskipun bersabar atas perlakuan jelek terasa sulit, sikap tersebut dapat melunakkan hati lawan, apalagi menarik mereka kepada kebenaran Islam.

Lebih lanjut, Ath-Thabari juga mengutip pendapat Ibnu Abbas RA yang menafsirkan ayat ini sebagai perintah untuk bersabar saat marah, bermurah hati, dan mengampuni saat disakiti. Jika seseorang melaksanakan perihal ini, Allah bakal melindunginya dari bujukan setan dan menundukkan musuh-musuhnya hingga menjadi kawan yang setia.

Tafsir Mujahid dan ‘Atha’

Pendapat lain dari para ustadz tafsir, seperti Mujahid dan ‘Atha’, menyatakan bahwa makna idfa‘ billatî hiya aḥsan adalah rekomendasi untuk mengucapkan salam alias mendoakan kebaikan bagi orang yang melakukan buruk. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengajarkan kesabaran, tetapi juga inisiatif untuk membalas keburukan dengan kebaikan secara aktif.

Makna Kalimat Fa Idzalladzî Baina Ka Wa Bainahu ‘Adâwatun Ka’annahu Waliyyun Hamîm

Ath-Thabari menjelaskan bahwa makna kalimat ini adalah bahwa jika seseorang mengikuti perintah Allah untuk membalas keburukan dengan kebaikan, maka orang yang semula memusuhinya bakal berubah menjadi lembut hati dan apalagi melakukan baik kepadanya. Hal ini menjadi prinsip dasar dalam menjalin hubungan sosial yang harmonis.

Tafsir Al-Mawardi

Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad Al-Mawardi dalam kitab Tafsir An-Nukat wa al-Uyun (Juz 5, laman 185-186) memberikan enam penafsiran terhadap ayat ini:

  1. Pertama, Kebaikan adalah lemah lembut, sedangkan keburukan adalah sikap kasar.
  • Kedua, Kebaikan adalah kesabaran, sedangkan keburukan adalah kebencian.
  • Ketiga, kebaikan adalah iman, sedangkan keburukan adalah syirik.
  • Keempat, kebaikan adalah memaafkan, sedangkan keburukan adalah balas dendam.
  • Kelima, kebaikan adalah menyantuni, sedangkan keburukan adalah perbuatan keji.
  • Keenam, kebaikan adalah mencintai family Nabi SAW, sedangkan keburukan adalah membenci mereka.

Asbabun Nuzul

Menurut Al-Mawardi, ayat ini turun mengenai perlakuan jelek Abu Jahal terhadap Rasulullah SAW. Allah kemudian memerintahkan Nabi-Nya untuk bersabar dan mengampuni tindakan tersebut. Ini menunjukkan bahwa Islam menekankan pentingnya sikap bijak dalam menghadapi permusuhan.

Merespons keburukan dengan kebaikan merupakan salah satu aliran utama dalam Islam. Sikap ini tidak hanya menghindari bentrok yang lebih besar, tetapi juga dapat meluluhkan hati orang yang bermusuhan. Ketika seseorang menahan kemarahan dan membalasnya dengan adab mulia, dia tidak hanya mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Allah, tetapi juga berkesempatan mengubah musuh menjadi sahabat.

Membalas keburukan dengan kebaikan adalah prinsip yang diajarkan dalam QS. Fushshilat ayat 34. Tafsir para ustadz menunjukkan bahwa kesabaran, kelembutan, dan kemurahan hati dapat mengubah permusuhan menjadi persahabatan.

Pun ini ditegaskan kembali dalam QS. Fushshilat ayat 35:

وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا الَّذِيْنَ صَبَرُوْاۚ وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا ذُوْ حَظٍّ عَظِيْمٍ

Artinya: “(Sifat-sifat yang baik itu) tidak bakal dianugerahkan selain kepada orang-orang yang sabar dan tidak (pula) dianugerahkan selain kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.”

Semoga kita semua termasuk dalam golongan yang bisa mengamalkan aliran ini dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu a‘lam.

Selengkapnya