KincaiMedia, JAKARTA -- Seperti banyak diungkap dalam sejarah, Umar bin Khattab adalah satu di antara sedikit sahabat yang mempunyai keberanian intelektual tersendiri. Kita ingat, misalnya, komentar Umar tentang tradisi mencium Hajar Aswad di perspektif Ka'bah. "Andai saja Nabi SAW tidak melakukan ini, niscaya saya tidak sudi melakukannya," kata sosok bergelar al-Faruq itu.
Umar tentu telah berpikir panjang sebelum mengungkapkan buah pikirannya itu. Ia mungkin memandang sisi-sisi yang tidak logis dari perilaku mencium Hajar Aswad. Namun, dia tetap melakukannya ketulusan, mau mengikuti apa pun yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Selama hidupnya, Umar dikenal banyak berijtihad. Ketika menjadi khalifah, Umar pernah membebaskan seorang pencuri lantaran argumen yang sangat masuk akal. Pencuri itu diketahui seorang miskin yang terdesak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Padahal, sebagai sosok pemimpin yang selalu berupaya konsisten dengan hukum, Umar dikenal tegas memberi hukuman kepada siapa pun yang melanggar ajaran. Tapi, Umar tetap memberikan pertimbangan yang sangat manusiawi.
Banyak pemikiran segar Umar kemudian menjadi pegangan dalam penyelenggaraan ibadah. Selain pandai dan pemberani, Umar juga dikenal sangat kritis terhadap sabda-sabda Nabi. Termasuk tentang penyelenggaraan shalat Tarawih di musim Ramadhan.
Dialah yang menyerukan penyelenggaraan shalat sunah Tarawih berjamaah. Berkumpullah setiap perseorangan yang menyatu dalam ikatan teologis untuk memupuk kebersamaan. Hanya satu bulan dari 12 bulan yang setiap hari kita lalui.
Selama bulan inilah kita hidupkan kembali semangat kemanusiaan yang berakar pada aliran ukhuwah. Setiap diri kita merasakan suasana yang sama, sebagai simbol bahwa kebersamaan adalah tiang krusial dari gedung ukhuwah yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.