ILUSTRASI Puasa Ramadhan.
KincaiMedia,BOGOR-- Umat yang beragama tidak hanya menjalankan ibadah puasa saja, melainkan melakukan ibadah – ibadah yang baik demi mengharapkan pahala dari Allah SWT. Tetapi, tidak tahu gimana tanda keberhasilan dari ibadah puasa Ramadhan.
“Teman – kawan semua, untuk bisa mengetahui bahwa rangkaian ibadah kita diterima oleh Allah SWT, maka Nabi Muhammad SAW memberikan beberapa standar dan kriteria – kriteria penerimaan amalan, khususnya mengenai dengan ibadah Ramadhan,” kata Ustadz Adi Hidayat, dikutip dari akun Youtube pribadinya, Adi Hidayat Official.
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan, bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan kriteria dan standar sebagai perangkat ukur alias parimeter seperti yang tercatat pada Hadits Riwayat Bukhari:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ. وَفِي رِوَايَةٍ: وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
Artinya : “Puasa adalah perisai. Maka (orang yang melaksanakannya) janganlah melakukan kotor (rafats) dan jangan pula ribut-ribut.” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Dan jangan melakukan bodoh.” “Apabila ada orang yang mengajaknya berantem alias menghinanya maka katakanlah saya sedang shaum (ia mengulang ucapannya dua kali).”
Maka, orang yang menunaikan puasa itu dengan perisai yang dia raih, dia mempunyai keahlian untuk berlatih meninggalkan mencegah segala corak perihal – perihal yang kotor dan segala corak tindakan – tindakan yang tidak mempunyai arti. Bahkan, perihal – perihal tolol yang semestinya tidak dikerjakan.
“Maka, kata shiam memberikan makna yang spesifik bukan sekedar menahan, tapi juga menahan dengan patokan tertentu dan menahan dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Jadi, ketika Nabi Muhammad SAW dengan kata shiam seakan memberikan kesan bahwa puasa yang dilakukan mengikuti patokan – patokan yang bertindak di dalamnya seperti kapan diberbuka, kapan menunaikan sahur, dan apa yang dikerjakan selama puasa,” kata Ustadz Adi Hidayat.
Keberhasilan seseorang yang menunaikan puasa, ialah dapat membentengi diri dari perkataan dan perbuatan kotor, mencela orang, apalagi merendahkan orang. Hal itu dapat dihindari lantaran ada perisai dalam diri orang yang menunaikan ibadah puasa dengan iman.