Ukuran Payudara Dan Puting Bisa Pengaruhi Jumlah Produksi Asi Hingga Proses Menyusui, Mitos Atau Fakta?

Nov 30, 2024 01:50 PM - 1 minggu yang lalu 9346

Jakarta -

Payudara besar sering kali dianggap lebih menarik serta menjanjikan secara produksi ASI. Lantas, ukuran tetek dan puting bisa pengaruhi jumlah produksi ASI hingga proses menyusui, mitos alias fakta?

Memiliki ukuran tetek yang lebih mini kerap membikin wanita kurang percaya diri. Apalagi, ketika menjadi ibu menyusui, mereka merasa bahwa payudaranya tak bisa menghasilkan cukup ASI lantaran ukurannya yang mini.

Penting Bunda ketahui bahwa tetek datang dalam beragam corak dan ukuran. Terlepas dari ukurannya, dengan info dan support yang tepat, sebagian besar orang tua yang menyusui bisa menghasilkan pasokan ASI yang lengkap.

Payudara terdiri dari beberapa bagian ya, Bunda, seperti di antaranya berikut ini:

1. Jaringan lemak: memberikan perlindungan pada jaringan dan struktur lain di dalam payudara.
2. Jaringan kelenjar (saluran susu): membikin dan menyalurkan susu ke puting susu.
3. Jaringan ikat (otot dan ligamen): menyokong struktur payudara.
4. Saraf: memberikan respons sensorik yang dibutuhkan untuk pengeluaran alias pengeluaran susu.
5. Darah: membawa nutrisi ke tetek untuk menghasilkan susu.
6. Limfa: membuang produk limbah dari payudara.

Ukuran tetek sebagian besar ditentukan oleh jumlah jaringan lemak di payudara. Jaringan lemak tidak terlibat dalam produksi ASI seperti dikutip dari laman La Leche League Canada.

Selama kehamilan dan menyusui, jumlah dan kepadatan jaringan kelenjar meningkat. Rata-rata, ada sekitar dua kali lebih banyak jaringan kelenjar daripada jaringan lemak di payudara. Sekitar 70 persen jaringan kelenjar ditemukan dalam radius 30 mm (satu inci) dari puting susu. Jadi, bayi dengan perlekatan yang dalam dan baik bakal mencapai sebagian besar jaringan kelenjar saat dia mengatupkan rahangnya saat menyusu.

Benarkah ukuran tetek pengaruhi jumlah produksi ASI?

Selama kehamilan dan khususnya selama menyusui, para wanita memang lebih tertarik pada tetek mereka lantaran aset tersebut menjadi sumber makanan dan sinyal pertumbuhan bagi bayi mereka. Namun, khususnya di antara wanita yang mengalami kesulitan menyusui, seringkali mereka bertanya-tanya, apakah tetek yang lebih besar tersebut bisa menghasilkan lebih banyak ASI?

Ya, pasokan ASI sebenarnya merupakan keahlian tetek ibu untuk memproduksi ASI dalam jumlah yang cukup bagi bayi. Pasokan ASI yang rendah merupakan salah satu argumen utama kenapa ibu enggan untuk menyusui dan berakhir menyusui lebih awal yang berpotensi menimbulkan akibat jelek bagi ibu dan bayi.

Perlu diketahui bahwa menyusui dapat memberikan faedah krusial bagi bayi dan ibu. ASI sendiri merupakan cairan hidup yang mengandung nutrisi dan bahan aktif biologis, seperti hormon dan sel punca, yang krusial untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Pada saat yang sama, ASI memberikan perlindungan mikroba dan kekebalan yang diperoleh tubuh ibu selama hidupnya. Hebatnya, kesehatan ibu juga meningkat lantaran menyusui sebenarnya dapat melindungi ibu dari kanker tetek dan ovarium, serta meningkatkan kesehatan kardiovaskular dan metabolismenya. Karena itu, rasa frustrasi lantaran tidak dapat menyusui dapat dimengerti, dan perlu diselidiki lebih lanjut. 

Sejumlah aspek yang mengenai dengan rendahnya produksi ASI telah diidentifikasi seperti nyeri puting, menyusui yang tidak efektif, gangguan hormonal, operasi payudara, pengobatan tertentu, dan obesitas ibu. Namun, belum ada pengobatan yang efektif lantaran penyebab sebenarnya dari rendahnya produksi ASI pada tingkat molekuler di dalam jaringan epitel tetek tetap belum diketahui.

Dan betul saja, ada dugaan bahwa wanita dengan tetek besar dapat menghasilkan lebih banyak ASI dan sebaliknya. Namun, benarkah demikian ya, Bunda?

Penelitian tentang ukuran tetek dan produksi ASI menunjukkan bahwa produksi ASI tidak berjuntai pada ukuran payudara, melainkan pada jumlah jaringan epitel yang terkandung dalam tetek yang bisa menghasilkan ASI.

Berbagai penelitian telah mengaitkan ukuran tubuh ibu dengan rendahnya suplai ASI dan berkurangnya tingkat dan lama menyusui. Hubungan ini tetap signifikan apalagi setelah mempertimbangkan kebiasaan merokok ibu, usia, jumlah kelahiran, dan aspek sosial ekonomi lainnya.

Ibu yang mengalami obesitas sering kali mempunyai tetek besar, yang terkadang terlalu besar bagi bayi untuk menempel dengan betul pada puting susu. Sehingga, perihal ini menyebabkan rendahnya keberhasilan menyusui.

Namun, selain masalah perlekatan bayi, bukti yang terkumpul menunjukkan bahwa aspek utama yang mencegah ibu yang kelebihan berat badan dan obesitas untuk menyusui adalah ketidakmampuan sel epitel tetek mereka untuk mulai memproduksi ASI dalam jumlah yang banyak setelah melahirkan. Hal ini sering disebut sebagai inisiasi laktasi yang tidak sukses seperti dikutip dari laman Milkgenomics.

Sebenarnya, apa yang menghalangi dimulainya laktasi pada perempuan-perempuan ini meskipun banyak dari mereka mempunyai tetek besar, yang dapat dianggap sebagai keahlian tinggi untuk memproduksi ASI?

Melihat ke dalam tetek wanita bukanlah tugas yang mudah, terutama selama kehamilan dan menyusui, lantaran ini memerlukan biopsi, yang merupakan prosedur yang agak invasif. Untuk mengatasi kesulitan ini, sebuah penelitian terkini memanfaatkan sel epitel tetek yang diisolasi secara non invasif dari ASI.

Dalam sel-sel ini, gen-gen tertentu diaktifkan yang memungkinkan sel-sel tersebut untuk secara berjenjang memproduksi ASI saat tetek matang selama kehamilan, dan kemudian menyalurkannya kepada bayi selama menyusui.

Penelitian ini melaporkan adanya hubungan negatif antara BMI ibu dan kegunaan gen yang mewakili sel-sel penghasil ASI. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan epitel tetek belum matang dan siap untuk memproduksi ASI dalam jumlah banyak pada ibu dengan BMI yang lebih tinggi.

Kemungkinan besar, tetek besar ibu yang kelebihan berat badan alias obesitas mengandung lebih banyak sel lemak daripada sel penghasil ASI, yang dapat menjelaskan rendahnya suplai ASI pada banyak ibu tersebut.

Karena itu, ukuran tetek tidak selalu berfaedah lebih banyak sel penghasil ASI alias keahlian yang lebih tinggi untuk memproduksi ASI. Menariknya, perubahan ukuran tetek dari sebelum mengandung hingga menyusui dapat menjadi parameter seberapa baik keahlian tetek selama menyusui. Dengan kata lain, seberapa banyak jaringan penghasil ASI di tetek tumbuh selama kehamilan dapat memprediksi kemampuannya untuk memproduksi ASI.

Kehamilan cukup bulan pengaruhi produksi ASI

Selain menjaga berat badan normal, tampaknya kehamilan cukup bulan krusial untuk mencapai keahlian ini. Studi yang sama melaporkan bahwa semakin dekat bayi lahir dengan usia cukup bulan, semakin baik kemampuannya untuk menghasilkan ASI. 

Sejumlah wanita yang melahirkan prematur mempunyai suplai ASI yang tidak mencukupi dan laktasi yang terganggu. Penelitian yang sedang berjalan menyelidiki lebih lanjut penyebab molekuler dari masalah ini, yang dapat membantu mengembangkan langkah pengelolaan untuk meningkatkan pemberian ASI bagi ibu dan bayinya.

Kemampuan tetek untuk memproduksi ASI merupakan sifat bawaan yang memenuhi tujuannya untuk memberi nutrisi pada bayi. Memang, satu-satunya waktu selama hidup seorang wanita ketika payudaranya mencapai kematangan fungsional penuh adalah selama menyusui.

Hal ini semakin menandakan karakter organ ini, dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut tentang biologinya serta patologinya, seperti rendahnya pasokan ASI. Memahami sistem molekuler yang mengatur sintetis ASI normal bakal memberikan wawasan krusial tentang apa yang salah pada ibu yang tidak dapat menghasilkan ASI dalam jumlah yang cukup untuk bayinya. Lebih besar tidak selalu berfaedah lebih baik.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Selengkapnya