Meraih Ketakwaan

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

Segala puji bagi Allah nan dengan karuniaNya kita dapat kembali berjumpa dengan bulan Ramadan. Pada bulan ini diwajibkan bagi kita untuk berpuasa dan salah satu tujuannya adalah untuk meraih ketakwaan. Sebagaimana firman Allah tabaraka wa ta’ala,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang nan beriman, diwajibkan atas Anda berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum Anda agar Anda bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Definisi Takwa

Thalaq bin Hubaib berkata, “Takwa adalah melaksanakan segala perintah Allah dengan berpijak kepada sinar (syariat) Allah dan mengharap pahala dariNya, serta meninggalkan larangan Allah dengan berpijak kepada sinar (syariat) Allah semata lantaran takut bakal pedihnya siksaan Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 7, hal. 216)

Ciri Pribadi nan Bertakwa

1. Merutinkan infak baik ketika lapang maupun sempit.

Donasi Operasional YPIA

Mereka memberikan hartanya di jalan Allah pada setiap keadaan; susah maupun senang, sehat ataupun sakit, dalam keadaan suka maupun tidak suka. Sebagaimana firman Allah,

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُم بِٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً

“Orang-orang nan menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan.” (QS. Al-Baqarah: 274)

2. Menahan amarahnya dan mengampuni kesalahan orang lain.

Seorang nan bertakwa adalah pribadi nan dapat menguasai dirinya. Ia tidak hanya menahan kemarahan ketika orang lain melakukan kejam kepadanya namun juga mengampuni kesalahan mereka. Tidak terbesit sedikitpun kemauan dalam hatinya untuk membalas dengan kezaliman serupa. Dan inilah adab nan paling sempurna.

3. Apabila melakukan dosa, segera mengiringinya dengan taubat dan istigfar.

Seorang nan bertakwa andaikan tergelincir pada kesalahan dan dosa, dia segera menyadarinya dan segera kembali kepada Rabbnya. Ia pun meyakini bahwa Rabbnya adalah Dzat nan Maha Pengampun dan Maha Penerima taubat hambaNya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

“Sesungguhnya ada seseorang nan melakukan dosa, lampau dia berkata: ‘Wahai Rabbku, saya telah melakukan dosa, maka ampunilah dosaku itu.’ Maka Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘HambaKu telah berdosa, dan dia meyakini bahwa dia mempunyai Rabb nan dapat mengampuni dosa alias memberikan balasan karenanya. Sungguh, Aku telah mengampuni hambaKu itu.’ Kemudian orang tersebut melakukan dosa lagi, maka dia berkata: ‘Ya Rabbku, saya telah berdosa, maka ampunilah dosaku itu.’ Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ‘HambaKu mengetahui bahwa dia mempunyai Rabb nan dapat mengampuni alias memberikan balasan lantaran dosanya. Sungguh, Aku ampuni hambaKu itu.’ Kemudian dia kembali melakukan dosa, lampau dia berkata: ‘Ya Rabbku, saya telah melakukan dosa lagi, maka ampunilah.’ Allah ‘Azza Wa Jalla pun berfirman: ‘HambaKu tahu bahwa dia mempunyai Rabb nan dapat mengampuni dosa alias memberikan balasan karenanya. Sungguh, telah Aku ampuni hambaKu itu.’ Setelah itu orang tersebut melakukan dosa lagi, maka dia berkata: ‘Ya Rabbku, saya telah melakukan dosa lagi, maka ampunilah dosaku itu.’ Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ‘HambaKu tahu, dia mempunyai Rabb nan dapat mengampuni dosa alias memberikan balasan karenanya. Aku persaksikan kepada kalian (wahai para Malaikat) bahwa Aku telah mengampuni hambaKu itu, maka silahkan dia melakukan sesukanya.” (HR. Ahmad [II/296])

Maksudnya, selama engkau melakukan salah dan diikuti dengan bertaubat kepadaNya, niscaya Allah bakal mengampunimu (lihat ‘Umdatul Qaari’)

Patut digarisbawahi bahwa seorang nan bertakwa adalah orang nan tidak terus menerus dalam dosa dan kesalahannya. Bagaimana dirinya berjuang dengan gigih dan segala upaya agar tidak terjerumus pada dosa dan kesalahan nan sama. Tentu ini berbeda dengan taubatnya seorang pendusta.

Dan kesemua karakter ini terkumpul pada firman Allah,

وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ * ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ * وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا۟ فَٰحِشَةً أَوْ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا۟ ٱللَّهَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلُوا۟ وَهُمْ يَعْلَمُونَ * أُو۟لَٰٓئِكَ جَزَآؤُهُم مَّغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَجَنَّٰتٌ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ وَنِعْمَ أَجْرُ ٱلْعَٰمِلِينَ

“Dan bersegeralah Anda kepada pembebasan dari Tuhanmu dan kepada surga nan luasnya seluas langit dan bumi nan disediakan untuk orang-orang nan bertakwa, (yaitu) orang-orang nan menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang nan menahan amarahnya dan mengampuni (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang nan melakukan kebajikan. Dan (juga) orang-orang nan andaikan mengerjakan perbuatan biadab alias menganiaya diri sendiri, mereka ingat bakal Allah, lampau memohon maaf terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi nan dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya adalah pembebasan dari Tuhan mereka dan surga nan di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang nan beramal.” (QS. Ali Imran: 133-136)

Baca juga: Hukum Perkataan “Aku beragama insya Allah”

Manfaat Takwa

Zaid bin Aslam berkata, “Ada pepatah mengatakan: ‘Siapa saja nan bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala niscaya Allah bakal membikin manusia mencintainya, sekalipun dulunya mereka tidak suka (kepadanya).” (Terjemah Fawaidul Fawaid, hal. 377)

Nabi Sulaiman bin Dawud berkata: “Kami diberi sejumlah anugerah, baik nan diberikan kepada manusia maupun nan tidak diberikan kepada mereka. Kami pun menguasai sejumlah pengetahuan, baik nan diajarkan kepada manusia maupun nan tidak. Namun, kami belum pernah mendapatkan sesuatu nan lebih utama daripada takwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala baik dalam kesunyian maupun di tengah keramaian; bersikap setara baik pada waktu marah maupun ridha; dan bersahaja baik pada saat miskin maupun kaya.” (Terjemah Fawaidul Fawaid, hal. 377)

Di dalam Az-Zuhd karya Imam Ahmad tercantum sebuah atsar ilahi (hadis qudsi) nan menyatakan: “Tidak ada satu makhluk pun nan mencari perlindungan kepadaKu, bukan kepada makhlukKu, melainkan langit dan bumi bakal menjamin rezekinya. Jika dia memohon kepadaKu, niscaya bakal Aku kabulkan permohonannya; jika dia bermohon kepadaKu, niscaya bakal Aku perkenankan doanya; dan jika dia memohon maaf kepadaKu, maka Aku bakal mengampuninya.” (Terjemah Fawaidul Fawaid, hal. 378 – Pentahqiq Syaikh ‘Ali Hasan Al-Halabi mengatakan: Saya tidak menemukannya di dalam naskah beliau rahimahullah nan sudah dicetak [Az-Zuhd]. Akan tetapi, As-Suyuthi menyebut sabda ini dalam al-Jaami’ul Kabir (II/ق, no. 123); begitu pula Al-Muttaqil Hindi dalam kitabnya, Kanzul ‘Ummal (no. 8512), dari sabda ‘Ali radhiyallahu ‘anhu. Al-Hindi mengatakan: “Diriwayatkan oleh Al-‘Askari.” Alhamdulillah, akhirnya saya menemukan sanad hadits tersebut; dan ternyata, Asy-Syajari meriwayatkannya dalam Al-Amalii (I/223) dari naskah Ja’far bin Muhammad, dari moyangnya. Namun, naskah tersebut tidak otentik. Lihat Al-Kaamil (II/558) karya Ibnu ‘Adi dan Tahdzzibut-Tahdziib (II/104) karya Ibnu Hajar)

Semoga Allah tabaraka wa ta’ala menjadikan kita hambaNya nan bertakwa kepadaNya. Hanya kepada Allah lah kita memohon pertolongan dan taufik.

Baca juga: Ladang Amal Ibu Hamil dan Ibu Menyusui di Ramadan

Penulis: Annisa Auraliansa

Artikel Muslimah.or.id

Referensi:

  • Al Qur’an dan Terjemahannya
  • Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta
  • Fawaidul Fawaid, Ibnul Qayyim, Pustaka Imam Syafi’i Jakarta
Selengkapnya
Sumber Artikel Islami Muslimah.or.id
Artikel Islami Muslimah.or.id