Polemik Hukum Musik Dan Lagu, Ketua Mui: Perdebatan Tidak Produktif

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

KINCAIMEDIA,JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bagian Seni, Budaya, dan Peradaban Islam, KH Jeje Zaenudin menanggapi hukum musik dan lagu nan kembali menjadi perdebatan, khususnya di media sosial. Polemik ini dipicu translator Surat Asy Syuara sebagai Surat Para Penyair nan diidentikan dengan para musikus oleh salah seorang pendakwah nan populer. 

Menurut Kiai Jeje, sebenarnya polemik masalah norma musik dan lagu tersebut hanyalah mendaur ulang perdebatan masalah fikih klasik nan sudah ada beratus-ratus tahun lalu. 

"Meskipun ada manfaatnya, tetapi itu perdebatan nan tidak produktif dan tidak memberi solusi. Malah berakibat pro-kontra di kalangan masyarakat awam nan diikuti dengan saling mecela dan menghakimi antara nan pro dan kontra, sebagaimana bisa dibaca dalam komentar-komentar di medsos dari masing-masing pihak," ujar Kiai Jeje dalam keterangannya di Jakarta, Senin (6/5/2024).

Kiai Jeje menuturkan, adanya perbedaan pendapat di kalangan para ustadz sejak jaman dulu itu menunjukkan bahwa masalah musik dan lagu tidak ada dalil nan qath'i dan sharih alias dalil nan secara pasti dan tegas dari Alquran, hadits, maupun Ijmak ustadz tentang pengharamannya secara mutlaq. Karena jika ada dalil nan pasti, jelas, dan tegas dari Alquran, hadis, ataupun ijmak, tidak mungkin terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ustadz sejak jaman dulu.

"Semua dalil nan dijadikan sandaran berkarakter zhanny dalalah nan penafsirannya berkarakter ijtihady subjektif. Oleh karena itu sepatutnya kita semua bersikap tasamuh alias toleran terhadap pendapat nan berbeda," ucap dia.

"Sungguh suatu sikap arogan dan tidak bijak ketika memaksakan kepada semua orang untuk tunduk dan hanya mengikuti pendapat madzhab kelompoknya nan diklaim paling benar," kata dia.

Padahal, lanjut dia, nan pasti dan disepakati keharamannya oleh semua ustadz adalah segala musik dan lagu nan isinya mengandung, mendorong alias menyebabkan pelaku dan pendengarnya melakukan maksiat, melakukan dosa, mengerjakan kefasikan dan kekufuran, baik secara iktikadnya, ucapannya, maupun perbuatannya.

"Tidaklah bijak jika saat ini kita terus mendaur ulang perdebatan dan polemik, apalagi membangun narasi dan opini destruktif nan terkesan meningkatkan fanatisme kepada pengikut masing-masing kelompok," jelas Ketua Umum Persis ini.

Dia mengatakan, perihal mendesak nan justru kudu dipikirkan dan dilakukan saat ini adalah mencari solusi dari kejadian dan kebenaran berkembangnya industri musik dan nyanyian nan telah menjadi bagian budaya kehidupan masyarakat manusia secara global. Karena, menurut dia, tidak bisa dipungkiri sebagiannya itu condong merusak akhlak, moral, dan keadaban masyarakat.

"Maka menjadi tugas para ustadz kita memberi solusi, bimbingan, dan pengarahan kepada umatnya, gimana perkembangan seni dan budaya itu berada dalam relnya sebagai ekspresi fitrah naluriah nan Allah karuniakan kepada manusia, agar tidak melanggar iktikad dan syariah agama-Nya," kata dia. 

Selengkapnya
Sumber Intisari Islam
Intisari Islam